LP Askep Asfiksia Neonatorum
1. PENGERTIAN
Asfiksia
adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali
pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
Asfiksia
pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir (Prambudi, 2013).
Menurut
AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara
respirasi, yang ditandai dengan:
1.
Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2.
Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3.
Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
4.
Gangguan multiorgan sistem.
(Prambudi,
2013).
2. KLASIFIKASI
Tabel
penilaian APGAR SCORE
Tanda
|
Skor
APGAR
|
||
0
|
1
|
2
|
|
A(Apperarance)
Warna
kulit
|
Biru/pucat
|
Tubuh
kemerahan, eks biru
|
Seluruh
tubuh kemerahan
|
P (Pulse)
Frekuensi
Jantung
|
Tidak
ada
|
<
100 x/menit
|
>
100 x/menit
|
G (Grimace)
Reflek
|
Tidak
ada
|
Gerakan
sedikit
|
Gerakan
kuat/melawan
|
A (Activity)
Tonus
otot
|
Lumpuh/
Tidak ada respons
|
Ekstremitas
agak fleksi
|
Gerakan
aktif
|
R (Respiration)
Usaha
bernafas
|
Tidak
ada
|
Lambat
tak teratur
|
Menangis
kuat
|
Klasifikasi
klinis APGAR SCORE :
a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Pemeriksaan
fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit, tonus otot
buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada.
b.
Asfiksia ringan – sedang (Nilai
APGAR 4 – 6)
Pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung < 100 / menit, tonus otot kurang baik atau baik
, sianosis (badan merah, anggota badan biru), menangis. Respirasi lambat, tidak
teratur.
c.
Bayi normal atau sedikit asfiksia
7 – 9
Pemeriksaan
fisik ditemukan frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/
pergerakan aktif , seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi baik.
d.
Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Bayi
dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.
3. ETIOLOGI
Faktor-faktor
yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
a.
Faktor ibu
1)
Pre eklampsia dan eklampsia
2)
Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3)
Partus lama atau partus macet
4)
Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5)
Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b.
Faktor Tali Pusat
1)
Lilitan tali pusat
2)
Tali pusat pendek
3)
Simpul tali pusat
4)
Prolapsus tali pusat.
c.
Faktor bayi
1)
Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2)
Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep)
3)
Kelainan bawaan (kongenital)
4)
Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
(DepKes
RI, 2009).
4. PATOFISIOLOGI
Pada
penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan
pengeluaran C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung
dari berat dan lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap,
sehingga menimbulkan komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita.
Pada
tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini mungkin
hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung
terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen
tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan
terjadinya keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan
menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi
kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut
jantung.
6.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia
neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada
penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini
akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema
otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria
atau oliguria
Disfungsi
ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi
yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2
sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2
hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d. Koma
Apabila
pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena
beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
7.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·
Analisis
gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
·
Penilaian
apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
·
Pemeriksaan
EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
8.
PENATALAKSANAAN
a. Terapi
suportif
Tindakan
untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang
bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala
sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran
nafas terbuka :
A. Meletakkan bayi pada posisi yang
benar.
B. Menghisap mulut kemudian
hidung kalau perlu trakea
C. Bila perlu masukkan ET untuk
memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
A. Lakukan rangsangan taktil
B. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan
positif
C. Mempertahankan
sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi
dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan)
D. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa
darah, elektrolit )
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan
khusus :
- Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
- Tindakan Khusus
Tindakan
ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil prosedur yang
dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang
dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar.
1) Asfiksia
berat (nilai Apgar 0 – 3)
Resusitasi
aktif harus segera dilaksanakan langkah utama memperbakti ventilasi paru
dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi
endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir
selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB,
diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini
disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat
ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung.
Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3
kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau
frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi
80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3
yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding
torak. Jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali,
mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum
dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis
jalan nafas.
2) Asfiksia
ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6)
Stimulasi
agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak
timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi
sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan
frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen.
Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan
tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit
sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera
dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut
atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan
frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin
timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat
teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi
endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat
segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan
teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
Terapi Medikamentosa
Epinefrin
Indikasi:
1. Denyut
jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
2. Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam
lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau endotakheal.
Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
Volume Ekspander
Indikasi:
1. Bayi
baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada
respon dengan resueitasi.
2. Hipovolemi
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya
pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan
respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
- Larutan laistaloid isotonis (NaCL
0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10
menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
- Transfursi
darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
Bikarbonat
Indikasi:
1. Asidosis
metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila
ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2. Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus
disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB
(7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest
dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan
hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak furgsi miokardium
dan otak.
Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah
antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi pernapasan.
Indikasi:
1. Depresi
pernapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelurn
Persalinan.
2. Sebelum
diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
3. Jangan
diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai
obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian
bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik
diberikan i.m atau s.c
9.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau
identitas pasien (Bayi) meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan,
pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat
antenatal, Riwayat natal, komplikasi persalinan, Riwayat post natal, Pola
eliminasi, Latar belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan
obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi
minuman beralkohol, Hubungan psikologis.
· Data
Obyektif, terdiri dari:
a. Keadaan
umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi. bila
suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37
?C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara
120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit.
b. Pemeriksaan
fisik.
·
Kulit;
warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm
terdapat lanugo dan verniks.
·
Kepala;
kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar
cekung atau cembung.
·
Mata;
warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
·
Hidung
terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
·
Mulut;
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
·
Telinga;
perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher; perhatikan kebersihannya
karena leher nenoatus pendek
·
Thorax;
bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
·
Abdomen,
bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis
papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor,
perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah
masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya
tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
·
Genitalia;
pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan
·
Anus;
perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeses.
·
Ekstremitas;
warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau
adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
·
Refleks;
pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek
moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya
patah tulang
B. DIAGNOSA
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2.
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3.
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
4.
Risiko cedera b.d anomali
kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen
infeksius.
5.
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2
dalam darah
C. NURSING
CARE PLAN
DIAGNOSA
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
produksi mukus banyak
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar dengan kriteria:
1. Tidak menunjukkan demam
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
|
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal
2. Auskultasi suara
nafas sebelum dan sesudah suction
3. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction
selesai dilakukan.
4. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik
segera sebelum, selama dan sesudah suction.
|
1. pengumpulan data untuk perawatan optimal
2. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
3. meminimaliasi penyebaran mikroorganisme
4. untuk
mengetahui efektifitas dari suction.
|
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi
efektif.
1. Kriteria
hasil :
Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2. Ekspansi
dada simetris.
3. Tidak
ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan
dan irama respirasi dalam batas normal.
|
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan
pengisapan lendir.
2. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan
kebutuhan.
3. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya
penurunan ventilasi.
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan
pemakaian alat bantu nafas
5. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.
|
1. untuk membersihkan jalan nafas
2. guna meningkatkan kadar oksigen yang bersirkulasi dan memperbaiki status
kesehatan
3. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
4. perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung.
5. terapi oksigen dapat membantu mencegah gelisah bila klien menjadi
dispneu, dan ini juga membantu mencegahedema paru.
|
Kerusakan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas
teratasi.
Kriteria hasil : 1. Tidak sesak nafas 2. Fungsi paru dalam batas normal |
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan / bunyi
tambahan.
3. Pantau
hasil Analisa Gas Darah
|
1. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
2. membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
3. perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung.
|
Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak
terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
|
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
risiko cidera dapat dicegah.
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan
teknik pertolongan pertama
|
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi
baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi
(imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis
|
1. untuk mencegah infeksi nosokomial
2. untuk mencegah infeksi nosokomial
3. untuk mencegah keadaan yang kebih buruk.
4. untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam deteksi awal suatu penyakit
|
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d
kurangnya suplai O2 dalam darah.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan
warna kulit.
5. Bilirubin
dalam batas normal.
|
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada
lingkungan yang hangat
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal
fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor TTV.
4. Monitor adanya bradikardi.
5. Monitor status pernafasan.
|
1. untuk menjaga suhu tubuh agar stabil.
2. untuk mendeteksi lebih awal perubahan yang terjadi guna mencegah
komplikasi
3. peningkatan suhu dapat menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
4. penurunan frekuensi nadi menunjukkan terjadinya asidosis resporatori
karena kelebihan retensi CO2.
|
Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam
status kesehatan anggota keluarga.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga
adekuat.
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
|
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses
keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme
support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi
normal dalam segala situasi.
|
1. untuk mengetahui tindakan yang tepat untuk diberikan
2. untuk mempersiapkan psikologi keluarga
3. untuk memanfaatkan dukungan yang ada dari keluarga.
4. untuk mengatasi situasi yang tidak terduga.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2009. Asuhan Bayi Baru Lahir Dan Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir
Dengan Asfiksia. Jakarta : JNPK
NANDA. 2011. Nursing
Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: NANDA International
Prambudi, R. 2013. Penyakit pada Neonatus. Dalam; Neonatologi Praktis. Anugrah Utama Raharja. Cetakan Pertama. Bandar Lampung, hal. 57 - 62.
Prambudi, R. 2013.
Prosedur Tindakan Neonatusi. Dalam; Neonatologi Praktis. Anugrah Utama
Raharja. Cetakan Pertama. Bandar Lampung, hal. 115 – 31.
Comments
Post a Comment