LP Askep Asfiksia Neonatorum

1. PENGERTIAN 
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem.
(Prambudi, 2013).
2. KLASIFIKASI
Tabel penilaian APGAR SCORE
Tanda
Skor APGAR
0
1
2
A(Apperarance)
Warna kulit
Biru/pucat
Tubuh kemerahan, eks biru
Seluruh tubuh kemerahan
P (Pulse)
Frekuensi Jantung
Tidak ada
< 100 x/menit
> 100 x/menit
G (Grimace)
Reflek
Tidak ada
Gerakan sedikit
Gerakan kuat/melawan
A (Activity)
Tonus otot
Lumpuh/ Tidak ada respons
Ekstremitas agak fleksi
Gerakan aktif
R (Respiration)
Usaha bernafas
Tidak ada
Lambat tak teratur
Menangis kuat

Klasifikasi klinis APGAR SCORE :
a. Asfiksia berat (Nilai APGAR 0-3)
Pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung tidak ada atau < 100 x/ menit, tonus otot buruk/lemas, sianosis berat, tidak ada reaksi, respirasi tidak ada.
b. Asfiksia ringan – sedang (Nilai APGAR 4 – 6)
Pemeriksaan fisik ditemukan  frekuensi jantung  < 100 / menit, tonus otot kurang baik atau baik , sianosis (badan merah, anggota badan biru), menangis. Respirasi lambat, tidak teratur.
c. Bayi normal atau  sedikit asfiksia 7 – 9
Pemeriksaan fisik ditemukan  frekuensi jantung > 100 / menit, tonus otot baik/ pergerakan aktif , seluruh badan merah, menangis kuat. Respirasi baik.
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
Bayi dianggap sehat, tidak perlu tindakan istimewa.
3. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
a. Faktor ibu
1) Pre eklampsia dan eklampsia
2) Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
5) Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
b. Faktor Tali Pusat
1) Lilitan tali pusat
2) Tali pusat pendek
3) Simpul tali pusat
4) Prolapsus tali pusat.
c. Faktor bayi
1) Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
3) Kelainan bawaan (kongenital)
4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
(DepKes RI, 2009).

4. PATOFISIOLOGI
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh, sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut jantung.
5. PATHWAY

6. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a.       Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b.    Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c.    Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d.    Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·         Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
·         Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
·         Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi

8.  PENATALAKSANAAN
a.      Terapi suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1.      Memastikan saluran nafas terbuka :
A.    Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
B.     Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
C.     Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2.      Memulai pernapasan :
A.  Lakukan rangsangan taktil
B.   Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
C.  Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan)
D.  Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
- Tindakan Umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

- Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar.
1)        Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3)
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama  memperbakti ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan. Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak.  Jika tindakan ini tidak berhasil bayi  harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.

2)        Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6)
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2  menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.

Terapi Medikamentosa
Epinefrin
Indikasi:
1.      Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
2.      Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
Volume Ekspander
Indikasi:
1.      Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan resueitasi.
2.      Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
- Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
- Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
Bikarbonat
Indikasi:
1.      Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2.      Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia  Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi pernapasan.
Indikasi:
1. Depresi pernapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam sebelurn Persalinan.
2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai  pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila  perfusi baik diberikan i.m atau s.c

9. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
     Data subyektif, terdiri dari: Biodata atau identitas pasien (Bayi) meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, Orangtua; meliputi nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat, Riwayat kesehatan, Riwayat antenatal, Riwayat natal, komplikasi persalinan, Riwayat post natal, Pola eliminasi, Latar belakang sosial budaya, Kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu terutama jenis psikotropika, Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol, Hubungan psikologis.
·         Data Obyektif, terdiri dari:
a.    Keadaan umum Tanda-tanda Vital, Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi. bila suhu tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 ?C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5 C – 37,5 C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit.
b.    Pemeriksaan fisik.
·         Kulit; warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
·          Kepala; kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
·         Mata; warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
·         Hidung terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
·         Mulut; Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
·         Telinga; perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan Leher; perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
·         Thorax; bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
·         Abdomen, bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna. Umbilikus, tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda-tanda infeksi pada tali pusat.
·         Genitalia; pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan
·         Anus; perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
·         Ekstremitas; warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
·         Refleks; pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang
       B.     DIAGNOSA
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2.      Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3.      Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4.      Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
5.      Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah

C.   NURSING CARE PLAN
DIAGNOSA
NOC
NIC
RASIONAL
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar dengan kriteria:
1.    Tidak menunjukkan demam
2.    Tidak menunjukkan cemas.
3.    Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4.    Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5.    Tidak ada suara nafas tambahan.


1.   Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal
2.    Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
3.   Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan.
4.   Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.


1.   pengumpulan data untuk perawatan optimal
2.   membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
3.    meminimaliasi penyebaran mikroorganisme
4.   untuk mengetahui efektifitas dari suction.
Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
1.      Kriteria hasil :
Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
2.      Ekspansi dada simetris.
3.      Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4.      Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.
1.  Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lendir.
2.  Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3.  Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4.  Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
5.  Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan.


1.   untuk membersihkan jalan nafas
2.   guna meningkatkan kadar oksigen yang bersirkulasi dan memperbaiki status kesehatan
3.   membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
4.   perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung.
5.   terapi oksigen dapat membantu mencegah gelisah bila klien menjadi dispneu, dan  ini juga membantu mencegahedema paru.
Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
1.    Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum.
2.    Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan / bunyi tambahan.
3.    Pantau hasil Analisa Gas Darah
1.   membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
2.   membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
3.   perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung.
Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
Kriteria hasil :
1.   Bebas dari cidera/ komplikasi.
2.   Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3.   Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama
1.     Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi.
2.     Pakai sarung tangan steril.
3.     Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya anomali.
4.     Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5.     Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis
1.    untuk mencegah infeksi nosokomial
2.    untuk mencegah infeksi nosokomial
3.    untuk mencegah keadaan yang kebih buruk.
4.    untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam deteksi awal suatu penyakit
Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
Kriteria Hasil :
1.      Temperatur badan dalam batas normal.
2.      Tidak terjadi distress pernafasan.
3.      Tidak gelisah.
4.      Perubahan warna kulit.
5.      Bilirubin dalam batas normal.
1.    Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat
2.    Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3.    Monitor TTV.
4.    Monitor adanya bradikardi.
5.    Monitor status pernafasan.
1.   untuk menjaga suhu tubuh agar stabil.
2.   untuk mendeteksi lebih awal perubahan yang terjadi guna mencegah komplikasi
3.   peningkatan suhu dapat menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
4.   penurunan frekuensi nadi menunjukkan terjadinya asidosis resporatori karena kelebihan retensi CO2.
Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
Kriteria Hasil :
1.      Percaya dapat mengatasi masalah.
2.      Kestabilan prioritas.
3.      Mempunyai rencana darurat.
4.      Mengatur ulang cara perawatan.
1.      Tentukan tipe proses keluarga.
2.      Identifikasi efek pertukaran peran dalam proses keluarga.
3.      Bantu anggota keluarga untuk menggunakan mekanisme support yang ada.
4.      Bantu anggota keluarga untuk merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
1.   untuk mengetahui tindakan yang tepat untuk diberikan
2.   untuk mempersiapkan psikologi keluarga
3.   untuk memanfaatkan dukungan yang ada dari keluarga.
4.   untuk mengatasi situasi yang tidak terduga.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Asuhan Bayi Baru Lahir Dan Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Dengan Asfiksia. Jakarta : JNPK

NANDA. 2011. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: NANDA International

Prambudi, R. 2013. Penyakit pada Neonatus. Dalam; Neonatologi Praktis. Anugrah Utama Raharja. Cetakan Pertama. Bandar Lampung, hal. 57 - 62.

Prambudi, R. 2013. Prosedur Tindakan Neonatusi. Dalam; Neonatologi Praktis. Anugrah Utama Raharja. Cetakan Pertama. Bandar Lampung, hal. 115 – 31.


Comments